Gejala Cibinong Masihkah Terjadi?

Di Jakarta bisa ada hujan lebat, dan beberapa saat kemudian juga di Bogor hujan lebat. Tetapi di antara Jakarta dan Bogor, tidak turun hujan. Apa sebabnya?

gejala cibinong
Ilustrasi gejala Cibinong (Ilustrasi: Zulfiq A. Nugroho/Sumber: Republik Indonesia, Geografi Regional, I Made Sandy)


Ada kejadian yang mengherankan saat setahun pertama rutin melakukan perjalanan Jakarta-Depok hampir dua dekade yang lalu. Saat pulang dari Depok cuaca panas, namun begitu sampai Jakarta disambut hujan. Atau sebaliknya saat pulang dari Depok hujan deras, begitu sampai Jakarta cuacanya panas.

Di kemudian hari, setelah mendapat mata kuliah Klimatologi, keheranan itu terjawab. Fenomena itu disebut "Gejala Cibinong". Penyebab kejadian tersebut menurut I Made Sandy (1985) adalah angin pembawa hujan, yaitu angin yang berhembus dari atas perairan ke arah daratan. Kalau medan datar yang dilalui angin itu lebar dan sifat permukaannya tidak berubah, hujan mungkin turun pada bagian medan dekat pantai dan selanjutnya tidak lagi ada hujan. Contoh gejala ini terdapat antara Tanjungpriok dan Cibinong. Karena itu, gejala ini disebut juga Gejala Cibinong.

Di Jakarta bisa ada hujan lebat, dan beberapa saat kemudian di Bogor juga hujan lebat. Tetapi di antara Jakarta dan Bogor, ketika medan masih "datar", tidak turun hujan. Kadang-kadang bisa terjadi sebaliknya. Di Cibinong hujan lebat, tetapi di Jakarta dan Bogor, kering. Contoh pertama terjadi pada bulan Januari-Februari, sedangkan yang kedua terjadi pada bulan April-Mei. Pada waktu itu Cibinong yang permukaannya datar dan terletak jauh ke darat lebih tinggi suhunya dari Jakarta atau Bogor. Udara yang lewat Cibinong menjadi tidak mantap, dan hujan pun kadang-kadang turun.

Saat ini ketika bertanya apakah Gejala Cibinong masih terjadi, ada yang mengatakan sudah tidak terjadi lagi, ada juga yang menjawab kadang masih terjadi. Tapi untuk memastikan apakah masih terjadi atau tidak, kita harus melihat data curah hujan harian di sekitar Jakarta dan Bogor untuk mengamati polanya.

Sumber: nationalgeographic.co.id

Posting Komentar

0 Komentar